Foto : Prosesi ijab kabul pasangan mempelai warga desa Pemongkong Kecamatan Jeroaru Lombok Timur, melalui video call. |
IndepthNTB – Sebuah Video
acara pernikahan, ijab kabul melalui video call viral dimasyarakat. Pasangan pengantin
dari desa Pemongkong Kecamatan Jeroaru Kabupaten LombokTimur melangsungkan
prosesi ijab kabul melalui video call. Pengantin perempuan berada di Pemongkong
sementara pengantin laki-laki berada di Malaysia.
Secara syariat agama Islam, bolehkah
melangsungkan pernikahan atau melakukan ijab kabul dengan pasangan melalui
video call? Berikut penjelasan bebarapa Ulama.
Seperti diketahui pernikahan dalam Islam memiliki beberapa
rukun dan syarat. Rukun dan syarat nikah mempengaruhi sah atau tidaknya
pernikahan tersebut. Rukun nikah telah disepakati oleh jumhur ulama terdiri
dari lima hal yaitu ada mempelai pria, ada mempelai wanita, ada wali nikah,
adanya dua orang saksi, dan ada ijab kabul.
Ulama fikih berpendapat jika ijab dan kabul dipandang sah apabila telah memenuhi beberapa persyaratan yaitu, pertama Ittihad al-majlis (satu majlis). Kedua Persesuaian antara ijab dan qobul, maksud persesuaian disini adalah menyangkut mahallul aqdi (tempat akad) yang berada di tempat calon istri dan mahar yang disebutkan oleh wali atau calon suami. Ketiga konsistensi mujib dan ijabnya, artinya ia tidak boleh menarik kembali ijab yang telah diucapkannya sebelum ada pengucapan qabul yang bersangkutan. Ke empat, Ijab dan qobul tidak boleh terputus, maksudnya setelah pengucapan ijab harus segera diteruskan dengan pengucapan qabul tanpa terputus oleh waktu atau peristiwa.
Terkait pengertian
ijab dan kabul dalam satu majelis ini, para ulama berbeda pendapat. Ada yang
mengartikan harus dalam satu tempat, ada pula yang mengartikan tak harus dalam
satu tempat.
Menurut
perspektif madzhab Syafi’i Ittihadul Majlis dalam akad nikah bukan saja
menyangkut masalah kesinambungan antara pengucapan ijab dan qabul belaka, atau
dengan kata lain kesinambungan antara pengucapan ijab dan qabul suatu
perkawinan bukan satu-satunya aspek yang fundamental dari Ittihadul Majlis,
tetapi ada lain yang layak bahkan harus dipenuhi guna realisasi dari ittihadul
majelis tersebut, yaitu kehadiran pihak pihak yang bersangkutan satu sama lain
di dalam satu ruangan yang sama pada saat perkawinan sedang berlangsung.
Jelasnya
Ittihadul Majlis itu mencakup dua unsur penting dimana antara satu dengan
lainnya harus saling menunjang yaitu unsur kesinambungan antara pengucapan ijab
dan pengucapan qobul dan unsur bersatunya tempat duduk atau ruangan ketika akad
perkawinan sedang dilangsungkan, mengenai unsur pertama. Yang apabila suatu
ijab sudah diucapkan dalam upacara pernikahan, calon suami harus segera
(spontan) menyambut ijab tadi ucapan qobulnya, itu apabila ijab itu sudah
diucapkan oleh calon suami. Maka wali dari calon istri yang bersangkutan harus
segera menyambutnya dengan ucapan qobul.
Unsur lain dari Ittihadul Majlis dalam kalangan ulama Syafi’iyah adalah berkaitan dengan bersatunya tempat akad (Ittihadul Majlis Aqdi). Masalah ini berkaitan erat dengan masalah syahadah (kesaksian) dalam akad nikah, transaksi harus dapat melihat serta menyaksikan dengan mata kepala, bahwa rangkaian pengucapan ijab dan qabul benar-benar dilakukan sebagaimana yang telah ditentukan, dan ijab-qobul itu benar-benar dari dua orang yang sedang melakukan akad.
Jika
demikian halnya, tugas dari 2 orang saksi laki-laki tadi memastikan berdasarkan
keyakinan absolut (haqqul yaqin), agar akad yang bersangkutan sah. Kepastian
itu tidak hanya meliputi redaksi yang sedang diucapkan, melainkan juga
menyangkut kepastian orang-orang yang melakukan akad.
Karena, kedua saksi tidak dapat melihat dua orang yang
melakukan ijab dan kabul dalam satu ruangan. Dengan demikian, menurut Imam
Syafi'i, akad nikah jarak jauh melalui telepon tidak dapat dipandang sah karena
syarat tersebut di atas tidak terpenuhi.
Sementara pendapat berbeda diungkapkan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah dalam kumpulan fatwanya. Dikutip dari laman Hazanah Republika Menurut Majelis Tarjih Tarjih PP Muhammadiyah, yang dimaksud dengan ijab kabul dilakukan dalam satu majelis adalah ijab dan kabul terjadi dalam satu waktu. Yang lebih dipentingkan adalah kesinambungan waktu bukan tempat.
Para ulama
imam mazhab sepakat tentang sahnya akad ijab dan kabul yang dilakukan oleh dua
pihak yang berjauhan melalui sarana surat atau utusan. Misalnya ijab dan kabul
dilakukan melalui surat atau utusan dari wali yang dikirimkan kepada calon
suami.
Jika akad ijab dan kabul melalui surat, calon suami membaca
surat yang berisi ijab dari wali di hadapan para saksi, lalu segera mengucapkan
kabul, maka akad dipandang dilakukan dalam satu majelis.
Jika akad ijab dan kabul melalui utusan, utusan
menyampaikan ijab dari wali pada calon suami di hadapan para saksi, setelah itu
calon suami segera mengucapkan kabul, maka akad dipandang telah dilakukan dalam
satu majelis. Oleh sebab itu, jika akad ijab dan qabul melalui surat atau
utusan disepakati kebolehannya oleh ulama mazhab, maka akad ijab dan kabul
menggunakan fasilitas telepon dan video call lebih layak untuk dibolehkan.
Kelebihan video call yang lain, para pihak yakni wali dan
calon suami mengetahui secara pasti kalau yang melakukan akad ijab dan qabul
betul-betul pihak-pihak terkait. Sedangkan melalui surat atau utusan, bisa saja
terjadi pemalsuan.
Pendapat ini sesuai dengan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal
yang menginterpretasikan satu majelis dalam arti nonfisik bukan masalah tempat.
Imam Abu Hanifah serta fukaha dari Kufah menyetujui pandangan Ahmad bin Hanbal tersebut.
Keharusan bersambungnya ijab dan kabul dalam satu waktu upacara akad tidak hanya diwujudkan dengan bersatunya ruangan secara fisik. Jika wali mengucapkan ijabnya dengan pengeras suara dari satu ruangan dan langsung disambut oleh calon suami dengan ucapan kabul melalui pengeras suara dari ruangan lain serta masing-masing mendengar ucapan yang lain dengan jelas, akad nikah itu dapat dipandang sah.
Berkaitan dengan itu, menurut ulama Mazhab Hanbali, keharusan dua orang saksi adalah mendengar dan memahami ucapan ijab dan kabul dari pihak yang berakad serta mengetahui betul bahwa ucapan itu dari pihak yang berakad. Menurut mereka, saksi tidak harus melihat langsung kedua pihak yang berakad ketika akad berlangsung. Artinya, dengan pendapat ini ijab kabul dengan telepon atau video call sah hukumnya. (*)