Foto : anggota Komisi II DPRD Nusa Tenggara Barat, H Haerul Warisin |
Mataram - Tarif menginap di sejumlah hotel di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) mengalami trend kenaikan signifikan menjelang MotoGP Mandalika Maret 2022 mendatang.
Kenaikan harga yang kurang wajar, dinilai akibat ulah broker dan oknum makelar yang mencoba mengambil kesempatan.
Menanggapi kenaikan tarif hotel yang tidak wajar tersebut, anggota Komisi II DPRD Nusa Tenggara Barat, H Haerul Warisin menyoroti melambungnya tarif akomodasi menjelang perhelatan MotoGP Mandalika.
"Kita menyayangkan dan menyesalkan kenapa ini segitu tingginya tarif akomodasi baik hotel dan transportasi. Kalau seperti ini kan sudah tidak sehat, kesannya menggunakan "aji mumpung", menjelang MotoGP Mandalika," kata Haerul Warisin (HW) di Mataram, Rabu, 26 Januari 2022.
Menurutnya, para pelaku wisata khususnya pelaku usaha hotel yang ada di Lombok memberlakukan kenaikan tarif di batas wajar berkisar 10 - 20 persen. Namun, karena diduga ada praktik broker dan makelar kamar, sehingga tarif bisa melambung sangat tinggi di atas 50 persen.
Ia mengatakan, berdasarkan laporan dan hasil turun lapangan, pihaknya menemukan dugaan adanya permainan broker atau makelar yang berusaha memanfaatkan momen MotoGP untuk meraup keuntungan. Salah satunya dengan menjual kamar hotel dengan tarif yang jauh lebih tinggi dari tarif yang ditetapkan para pelaku usaha hotel.
"Kalau kenaikan tarif dari hotel masih dalam batas wajar, apalagi ketika ada permintaan pasar menjelang MotoGP ini. Tetapi ada dugaan permainan broker dan makelar kamar yang membuat semakin tinggi kenaikannya," katanya.
Menurut HW, pengakuan sejumlah pelaku pengusaha hotel, kenaikan harga yang dimainkan broker atau makelar sama sekali tidak menambah keuntungan bagi hotel.
HW berharap masalah ini menjadi atensi bersama, baik dari Pemda Provinsi NTB, Pemda Kabupaten/Kota dan stakeholder kepariwisataan terkait, termasuk hotel dan travel agen.
Sebab, jika tarif hotel melambung terlampau tinggi dikhawatirkan menjadi kesan kurang bagus untuk wisatawan dan penonton dari luar yang datang. Mereka juga bisa kapok untuk datang kembali.
"Perlu di ingat mereka yang datang itu kan tidak semata-mata menonton tetapi juga ingin menikmati destinasi lain di tempat kita. Kalau ini semuanya mahal bagaimana mereka mau datang lagi ?. Sehingga hal-hal seperti ini yang kita tidak mau," katanya.
Menurutnya, event MotoGP Mandalika harus dipandang sebagai momen kebangkitan pariwisata NTB yang sempat terpuruk akibat Gempa Bumi 2018 disusul Pandemi Corona.
"MotoGP Mandalika menjadi benefit promosi yang luar biasa untuk pariwisata kita di NTB. Sehingga peluang jangka panjangnya harus benar-benar kita tangkap. Jangan hanya berpikir untung sesaat semata," katanya.
Hal yang serupa disampaikan Ketua ASITA NTB, Dewantoro Umbu Joka.
Umbu mengaku tidak habis pikir dengan harga kamar hotel yang melambung tinggi menjelang MotoGP di Sirkuit Mandalika.
Padahal menurutnya, sebagian besar harga kamar standar di kisaran kurang dari Rp 1 juta. Adapun harga kamar Rp2 - 3 jika dilengkapi dengan kolam renang pribadi. Namun menjelang MotoGP Mandalika ini, harga kamar tersebut naik berkali lipat.
"Saya tidak ingin harga kamar menjadi mahal sehingga calon penonton MotoGP Mandalika memilih hotel di Bali atau akomodasi lain yang lebih representatif. Kalau terus seperti ini ujungnya juga nanti kita yang rugi semua," katanya.
Untuk itu, Umbu berharap tidak hanya hotel atau transportasi yang menikmati untung. Melainkan pusat oleh-oleh, UMKM, restoran, dan pramuwisata juga mendapatkan manfaat dari perhelatan MotoGP tersebut.
"Harapan kita itu, tamu-tamu itu tidak hanya datang nonton tetapi bagaimana mereka juga bisa belanja, sehingga semua merasakan," katanya. Red