73 Ribu Keluarga Di Lotim Rawan Stunting

 

Foto : Acara PKK Canting Mas Monev Progres pengendalian stunting

Lombok Timur -  Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengeluarkan rilis Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022.

Dalam rilis tersebut Kabupaten Lombok Timur (Lotim) berada di posisi ketiga angka stunting dari 10 kabupaten kota di Provinsi NTB, dengan total poin 35.6 persen. 

Selain angka jumlah stunting, BPS juga merilis data Keluarga Resiko Stunting (KRS). Dalam rilis tersebut, total jumlah keluarga resiko stunting di Kabupaten Lombok Timur sebanyak 73 ribu keluarga.

Data SSGI BPS tersebut berbanding terbalik dengan jumlah data Elektronik Pencatatan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) yang dilakukan kader tim Posyandu dengan point 16,89 persen.

Menanggapi hasil rilis data tersebut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (P3AKB) H. Ahmat mengatakan, antara SSGI dan EPPGBM terjadi perbedaan data yang cukup jauh. Tetapi untuk penanganan stunting tetap berdasarkan data yang dikeluarkan BPS 35,6 persen tersebut.

"Kita tidak tahu, apakah pusat tidak mempercayai data EPPGBM ini, tetapi kita tetap mengacu pada data BPS," jelasnya.

Lanjut H. Ahmad,  Untuk mengintervensi angka stunting tersebut, pihaknya telah memiliki sejumlah strategi, salahsatunya mewajibkan desa untuk memiliki data KRS. Hal itu bertujuan untuk memperjelas data keluarga yang beresiko sesuai nama dan alamat.

"Ketika masing masing desa memiliki data KRS jelas, maka stunting sangat mudah untuk di intervensi," jelasnya saat dikonfirmasi media ini seusai acara Monev Progres Pengendalian Stunting Lotim, Rabu, (01/02/23).

Selain data KRS strategi yang disiapkan yaitu program Kelas Keluarga Risiko Stunting (Kris), porgram ini nantinya akan melakukan pendataan secara daring dan manual, dengan cara menentukan lokasi tempat tinggal keluarga resiko di Google map. 

"Kita pakai aplikasi Keris, lengkap dengan google map untuk menentukan lokasi keluarga resiko ini, sehingga kalo melakukan intervensi mudah untuk mencari lokasinya," imbuhnya.

Sementara itu, dari 14 kecamatan yang sudah di Monev, baru Kecamatan Lenek yang sudah ada data Keluarga Risiko Stuntingnya. Tidak ada data tersebut merupakan salah satu kendala penanganan stunting.

"Pentingnya data tersebut karena dari data itu nanti perencanaan penanganan bisa lebih tepat dan tetap sasaran," jelasnya.

Karena dalam pencegahan dan penangan  Stunting, yang menjadi fokusnya harus jelas, agar penanganan tidak melebar dan tepat sasaran sehingga hasilnya juga jelas.

"Dari data itu, nantinya jelas siapa yang paling kita intervensi, apakah Bumil, Catin, ataukah Batuta, jika sudah begitu maka anggarannya juga bisa tersalurkan dengan tepat," pungkasnya.(INTB)

Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama